KUALITAS HIDUP WANITA PENDERITA AIDS DAN WANITA PASANGAN PENDERITA AIDS DIKABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh Hartiah Haroen * Neti Juniarti* Citra Windani M.S.*
ABSTRAK
Angka kejadian HIV/AIDS diindonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut data yang ada di Departemen Kesehatan maupun Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia (KPAI) Penderita HIV/AIDS sampai saat ini lebih banyak diderita oleh laki-laki dari pada perempuan dengan ratio 4,6 : 1 (KPAI 2007), meskipun demikian perempuan merupakan pihak yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS dari pasangan atau suaminya. Kerentaan diakibatkan oleh adanya ketimpangan jender dan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup wanita dengan HIV AIDS dan wanita pasangan penderita HIV AIDS dikabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara indepth interview pada enam orang informan dimana dua orang informan adalah wanita yang hidup serumah dengan penderita HIV AIDS dan empat orang informan adalah wanita penderita HIV/AIDS. Analisa data dengan menggunakan “Content Analysis”. Hasil dari penelitian ini adalah secara umum tiga dari enam informan menyatakan kualitas hidup tidak ada perubahan, satu orang informan menyatakan kualitas hidupnya lebih baik, satu orang informan menyatakan kualitas hidupnya menurun sedangkan satu orang informan masih dalam fase bingung dan terlihat masih tertutup. Sedangkan hasil penelitian berdasarkan kualitas hidup dari segi fisik, psikologis, social, spiritual dan hubungan interpersonal masing-masing informan mempunyai hasil yang bervariasi. Saran dari penelitian perawat sebagai pemberi pelayanan pada penderita HIV/AIDS perlu untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup wanita penderita HIV/AIDS dan senantiasa memperhatikan wanita pasangan/keluarga penderita HIV/AIDS untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kata Kunci : Kualitas Hidup, Wanita, HIV/AIDS
PENDAHULUAN
AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome ) adalah suatu penyakit menular yang diakibatkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficienci Virus ) ( WHO,2000). Virus HIV menyerang system imunitas tubuh secara keseluruhan, karena virus HIV menyerang CD4 [ada permukaan sel T-Helper yang berperan dalam pengaktifab imunitas seluler tubuh, sehingga orang yang terkena virus ini akan rentan terhadap setiap jenis penyakit infeksi. Angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (2007) sampai dengan bulan September 2007 penderita AIDS di Indonesia sekitar 1,3 juta dan diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 2,3 juta orang. Angka ini memang masuk akal karena fenomena penyakit HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es berkaitan dengan stigma yang berkembang dimasyarakat umum juga dikalangan masyarakat professional kesehatan.
Data WHO saat ini menyatakan bahwa sekitar 36.100.000 penduduk dunia terinfeksi HIV/AIDS dimana 6 juta kasus terdapat di Asia Tenggara (BKKBN Online, 2006). Ditjen PPM & PL Depkes RI menyatakan dari juli 1987 sampai dengan September 2007 pengidap HIV dan kasus AIDS sebanyak 16.288 orang dengan kematian 2.287. Dari data tersebut, provinsi Jawa Barat menempati rangking kedua di Indonesia dengan angka 1.445 kasus AIDS , 1.174 kasus AIDS dengan Drug User dan 288 orang telah meninggal dunia. Tingginya pertumbuhan HIV/AIDS di Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu meningkatnya pengguna narkoba dengan jarum suntik serta maraknya seks bebas ( Adiningsih,2006 ). Dua pintu ini tidak lagi menjadi hal yang mengherankan tentang pertumbuhan kasus HIV/AIDS di Jawa barat. Kota Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat memegang rekor tertinggi dalam kasus HIV/AIDS , Dimana tercatat sebanyak 291 kasus ( KPA JAWA BARAT 2007 ). Karena Jawa Barat menempati posisi kedua daro seluruh Indonesia maka hampir seluruh kota dan kabipaten di Jawa barat dijadikan kota dan kabupaten prioritas untuk penyelesaian masalah HIV/AIDS. Salah satunya adalah termasuk kabupaten baru diwilayah Jawa Barat yaitu Kabupaten Bandung Barat yang berbatasan dengan kota Bandung, transfer gaya hidup sangat memungkinkan terjadi.
Penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit dengan berbagai gejala yang diakibatkan oleh infeksi oportunistik seperti TBC, Diare Krinis dan Infeksi pada selapit otak dan jaringan otak ( Alisjahbana,2006) yang berdampak pada semua aspek kehidupan penderita dan keluarganya. Mengingat sigat penyakit HIV/AIDS yang kronis dengan masa inkubasi dan perjalanan penyakit yang lama, maka penderita HIV/AIDS kebanyakan adalah usia 45 Tahun. Menurut data yang ada di Departemen Kesehatan maupun KPAI penderita HIV/AIDS sampai saat ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan dengan ratio 4,6 : 1 ( KPAI,2007 ), meskipun demikian perempuan merupakan pihak yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS dari pasangan atau suaminya. Contohnya penggunan kondom pada perempuan yang masih menjadi kontroversi dibudaya kita membuat perempuan kurang mampu untuk melindungi dirinya dari tertular virus HIV dari suami atau pasangannya. Hal ini diperberat secara cultural lemahnya kekuatan dan kemampuan perempuan untuk menolak hubungan seks tanpa kondom terutama perempuan yang beresiko untuk tertular HIV/AIDS.
Rentan tertular penyakit pada kelompok perempuan diperberat dengan kondisi social ekonomi yang rendah. Menurut data sampai saat ini lebih dari 50% penderita HIV/AIDS adalah dari kalangan ekonomi lemah, padahal biaya yang diperlukan untuk pengobatan dan perawatan AIDS sangat mahal, sehingga tidak jarang perempuan yang tertular HIV/AIDS dari suaminya tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang optimal. Selain itu penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit Kronis dengan berbagaigejala yang diakibatkan oleh infeksi oprtunistik seperti TBC, Diare Kronis dan Infeksi selaput dan Jaringan Otak (Alisjahbana,2006) yang berdampak pada semua aspek kehidupan penderita dan keluarganya. Melihat fenomena diatas HIV/AIDS menimbulkan banyak perubahan bagi klien yang mengalaminya dan juga orang dekat yang mendampingi klien HIV/AIDS. Tidak hanya menimbulkan perubahan fisik saja tetapi dapat menimbulkan perubahan-perubahan dari segi lainnya seperti psikologinya, social, ekonomi dan spiritual. Dampak yang ditimbulkan dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan wanita yang mempunyai pasangan penderita HIV/AIDS. Hal tersebut memperlihatkan bahwa betapa pentingnya memahami kondisi klien dengan HIV AIDS dalam upaya memberikan perawatan yang holistik.Selain itu,memurut Towsend (2002), lebih baik mendengarkan keresahan pasien HIV AIDS dan wanita pendamping pendamping penderita HIV AIDS dari pada memberikan nasihat.Saling berbagi diantara sesama wanita HIV AIDS dan yang wanita mempunyai pasangan menderita HIV AIDS serta kelompok pendukung juga dapat mengurangi beban sakit dan beban perasaan yang ada didalam hati mereka.
Berdasarkan uraian diatas maka peniliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana kualitas hidup wanita dengan HIV AIDS dan wanita dengan pasangan penderita HIV AIDS dikabupaten Bandung Barat?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup seorang wanita dengan HIV AIDS dan wanita pasangan penderita HIV AIDS dikabupaten Bandung Barat.Kualitas hidup yang akan diteliti adalah dari segi fisik,segi psikologis,segi social,segi spiritual dan dari segi hubungan interpersonal.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif.Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu (Brockopp,2000).Tujuan dari penelitian kualitatif adalahuntuk menggali atau mengeksplorasi,menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami. Kualitas hidup wanita dengan HIV/AIDS dan wanita pasangan HIV/AIDS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman batin yang dirasakan bermakna oleh wanita dengan HIV/AIDS dan wanita pasangan HIV/AIDS dilihat dari perubahan-perubahan biologis,psikologis,social dan spiritual yang diungkapkan saat Indepth imterview.Indepth interview adalah tentik pengumpulan data dalam penilitian yang mengungkapkan pendekatan kualitatif.
Kualitas hidup yang ingin peniliti dapatkan dari peneliti ini adalah pengalaman batin yang bermakna dan mendalam tentang HIV/AIDS.Untuk itu,subjek penelitian harus memenuhi kriteria subjek penelitia yaitu klien didiagnosa menderita HIV/AIDS oleh dokter,klien merupakan pasangan yang didiagnosa menderita HIV/AIDS oleh dokter,klien termasuk usia dewasa,keadaan umum klien baik dan kesadaran komposmetis,klien dspst berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi informan.Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dsts mengenai kualitas hidup wanita HIV/AIDS dan wanita pasangan HIV/AIDS,dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) kepada responden.Lofland dan Lofland (1984) dalam meleong (2000) menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi. Sumber data utama diperoleh melalui rekaman voice recorder dan catatan tertulis.wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini sebanyak dua sampai tiga kali pertemuan.Wawancara dilakukan dalam keadaan santai dan bersifat informal.
Proses INDEPTH INTERVIEW
Proses wawancara yang dilakukan adalah percakapan informal yang mengandung unsur spontanitas dan santai.Pelaksanaan wawancara dilaksanakan menggunakan pertanyaan terbuka dan tidak terstruktur.Peserta wawancara ini adalah informan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan diatas.Pertanyaan terbuka diajukan supaya sedikit mungkin peniliti dapat mempengaruhi jawaban informan dan juga memungkinkan informal dapat menjawab dari berbagai dimensi.Instrumen utama yang digunakan selama wawancara adalah penelitian sendiri dan secara operasional menggunakan instrumen pendukung yaitu voice recorder dan pedoman wawancara.
Waktu yang ditetapkan untuk pelaksanaan kurang lebih selama enam puluh menit,dengan perincian lima menit pertama tahap awal untuk pembukaan.Tahap kedua,selama enam puluh menit,merupakan tahap kerja untuk wawancara sesuai topik yang telah disepakati dan mengarah kepada wawancara dalam mengenai pengalaman hidup informan tentang HIV/AIDS dilihat dari segi bio,psiko,social,dan spiritual klien.Tahap terakhir selama puluhan menit untuk melakukan klarifikasi pernyataan klien yang dianggap penting dan member kesempatan kepada informan untuk mengungkapkan hal-hal yang ingin diungkapkan informan.Namun waktu yang digunakan selama wawancara disesuaikan dengan kondisi informan.Setelah wawancara,peneliti menyimpulkan beberapa jawaban kunci yang muncul ketika wawancara,dan menanyakan kepada informan apakah kesimpulam yang dibuat peneliti benar.
Pada tahap kerja,dalam hal ini peneliti,mengajukan pertanyaan awal dengan topik umum yang dapat dimengerti dan dipahami oleh informan,sehingga denga demikian dapat membuka pandangan peneliti terhadap kualitas hidup informan dilihat dari segi bio,psiko,social dan spiritual klien.Peneliti dibantu pengamat yang bertugas mencatat dan mengatur alat perekam serta membantu moderator dalam melaksanakan jalannya wawancara.Selain itu,pengamat bertugas mengamati peserta wawancara terutama bahasa tubuhnya seperti gelisah,tidak senang,terganggu oleh keadaan,pendiam atau terlalu mendominasi yang akan mempengaruhi jawaban-jawaban yang diungkapkan.Peneliti mendengarkan secara aktif dan memberikan perhatian secara penuh terhadap pernyataan yang telah diberiksn oleh informan serta tidak memberikan komentar terhadap ungkapan informan. Analisa data yang digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman hidup wanita dengan HIV/AIDS dan wanita pasangan HIV/AIDS dengan menggunakan content analysis.
HASIL PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada enam orang wanita,diaman empat orang hidup dengan HIV/AIDS dan dua orang wanita yang tinggal serumah dengan HIV/AIDS.
1. Kualitas hidup wanita yang menderita HIV/AIDS dan wanita pasanga HIV/AIDS dari segi fisik
Keluhan:
Dua dari enam informan tidak merasakan gejala fisik,hanya merasa cepat lelah.Hal ini dinyatakan empat orang informan keluhan akibat jamur/diare.Satu orang responden menyatakan menderita sakit sariawan yang sering kambuh.
Upaya menjaga kesehatan:
Dalam menjaga kesehatan.semua informan menyatakan pentingnya pola hidup sehat,makan teratur,menjaga kebersihan dan istirahat cukup.Dua orang informan melakukan olah raga secara teratur.Agar dapat melakukna pola hidup sehat,minum air putih sebanyak 7-8 gelas dan olah raga diakui oleh informan 6 dapat membantudirinya tetap sehat dan bugar.
Upaya mencari pengobatan:
Lima dari enam informasi mencari bantuan pengobatan ke tenaga medis baik ke rumah sakit,klinik,dan puskesmas.Hanya satu orang informan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan dengan menggunakan biaya,akan tetapi bila sudah parah baru ia pergi ke dokter. informan merasa puas dengan pengobatan yang mereka terima,terutama penggunaan ARV.Hal ini sejalan denga hasil penelitian di Afrika yang menunjukkan bahwa pelayanan perawatan dan pengobatan yang baik dapat meningkatkan kualitas kehidupan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (orner et al.2008)
Upaya untuk mengurangi stigma dari tenaga kesehatan juaga ditekankan karena ada beberapa pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang masih menunjukkan stigma pada orang dengan HIV/AIDS (orner et al.2008).Hal ini juga diungkapkan oleh satu orang informan dalam penelitian dikabupaten Bandung Barat ini yang menyatakan bahwa selama dirumah sakit ia merasa dibeda-bedakan dari pasien yang lain,contohnya dalam hal pemberian makanan,ia menggunakan Styrofoam yang langsung dibuamg setelah dipakai.
2. Kualitas hidup wanita yang menderita HIV AIDS dan wanita pasangan HIV AIDS dari segi psikologis
Ke enam informan menyatakan kualitas hidupnya baik dari segi psikologis karena ada dukungan dari suami dan keluarga.Walaupun semua informan menyatakan kualitas hidupnya baik,akan tetapi ada satu orang responden yang menyatakan masih ada penyangkalan terhadap penyakit yang dideritanya.Dua dari enam responden merasa terbebani karena memikirkan karena memikirkan anaknya. Adapula informan yang merasa takut menularkan.Hal ini terjadi karena kurangnya informasi tentang HIV,dan mereka takut menularkan penyakitnya pada orang lain.
Sebagai wanita yang mengidap HIV maupun keluarga penderita HIV, banyak hal yang dirasakan. Dua dari enam informan menyatakan bahwa ingin punya anak akan tetapi takut anaknya mengidap HIV juga. Sebagai wanita naluri untuk ingin punya anak dan menjadi ibu tidak dapat dihilangkan walaupun mengidfap HIV/AIDS. Yang perlu diingatkan pada wanita dengan HIV/AIDS bahwa ada berbagai resiko dan kosekuensi yang harus dipertimbangkan yang mungkin terjadi pada anak-anak yang dilahirkan. Kesiapan fisik dan mental harus menjadi pertimbangan bagi wanita yang hidup dengan HIV/AIDS ketika memutuskan untuk memiliki anak.
3. Kualitas hidup wanita yang menderita HIV/AIDS dan Wanita Pasangan HIV/AIDS dari segi Sosial
Empat dari enam responden menyatakan mendapat stigma dari lingkungannya sehingga merahasiakan status dari keluarga dan lingkungannya, seperti yang diungkapkan responden kedua. Sebagian informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak mengalami perubahan dalam aktifitas social mereka. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Thailand yang menunjukan bahwa ODHA yang merasa bahwa mereka diterima oleh masyarakat, memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan atau memiliki orang lain yang mendukung cenderung untuk memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik dalam aspek mental (Ichicawa dan Natpratan,2006). Dukungan social yang baik terutama penerimaan oleh masyarakat merupakan sumber dukungan mental yang paling penting bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Wanita yang mengalami diskriminasi memiliki kecenderungan mengalami stress, ide bunuh diri, dan kualitas hidup yang rendah serta cenderung tidak mencari pelayanan kesehatan (Wingood,et al.2007).
4.Kualitas hidup wanita yang menderita HIV/AIDS Dan wanita pasangan HIV/AIDS dari Segi Spiritual
Hanya satu dari enam orang informan yang masih melaksanakan kegiatan spiritual tanpa hambatan terutama dalam melaksankan ibadah puasa karena hambatan dalam minum obat yang sesuai waktu. Dalam penelitian ini informan yang memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Aspek spiritual memiliki peran penting dalam mempertahankan kualitas hidup wanita yang menderita HIV/AIDS dan wanita pasangan ODHA (Braxton,et.al 2007).
5.Kualitas Hidup Wanita yang menderita HIV/AIDS dan Wanita pasangan HIV/AIDS dari Segi Hubungan Interpersonal
Dari segi hubungan interpersonal baik hubungan suami istri maupun hubungan dengan anak dan keluarga, semua informan menyatakan tidak mengalami perubahan, walaupun pada awalnya ada ketakutan. Hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian Rusch et al.(2004) yang menunjukan bahwa terdapat keterbatasan aktivitas pada wanita lebih besar daripada pria diKanada. Hal ini dimungkinkan karena di Indonesia sebagian besar orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak membuka status HIVnya pada orang lain sehingga tidak ada tetangga maupun kerabat yang mengetahuinya. Anggota keluarga orang lain tetap memberikan perhatian,terutama mengingatkan waktu minum obat , mengingatkan untuk menjaga kesehatan dan memberika perhatian. Ada pula informan yang merasa stress dan ingin bercerai pada saat mengetahui diagnose. akan tetapi setelah mendapatkan informasi yang jelas maka tindakan informan kembali seperti semula.Ada pula yang sikapnya berubah terhadap pasangan yang mengidap HIV. Pada saat keluarga tidak mendukung,informan mendapatkan dukungan dari temen-temen di LSM.Selain temen ibu juga merupakan orang yang selalu menberikan dukungan.
Kualitas hidup secara umum
Tiga dari orang informan menyatakan kualitas hidup secara umum tidak ada perubahan,satu orang informan menyatakan kualitas hidup setelah mengidap HIV lebih baik dari sebelumnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian di India yang menunjukkan bahwa secara umum wanita yang mengidap HIV/AIDS memiliki kualitas hidup yang lebih rendah,memiliki keluhan fisik yang mengganggu aktifitas,nyeri,gangguan fungsi peran,social dan kesehatan mental.Gangguan yang dilaporkan lebih dari 4 gejala (Mast et al.2004).perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh masih sedikitnya keluhan fisik yang diderita sebagian besar informan adalah penyakit jamur dan diare.Bahkan ada satu orang informan yang menyatakan kualitas hidupnya lebih baik. Hanya satu orang informan yang menunjukkan kualitas hidup secara umum yang kurang baik.Informan 3 merupakan ibu dari salah seorang ODHA yang diwawancara dalam penelitian ini.Ketika diwawancara informan 3 seringkali dilihat bingung.Jawaban yang ia berikan pun tergolong singkat dan tanpa penjelas.Tak jarang,ketika ditanya dia hanya diam dan interviewer harus mengulang pertanyaan.Ia juga tampak kurang memahami maksud dari pertanyaan.Ketika dia tidak dapat menjawab pertanyaan,ia langsung terlihat tegang,gelisah dan bingung.Kondisi ini menyebabkan proses wawancara tidak dapat berjalan dengan baik.Informan 3 ini banyak menutupi informasi dan oada saat jawabannya dicocokkan dengan anaknya yang mengidap HIV banyak jawaban yang berbeda.Hal ini dimungkinkan karena hidup dengan HIV dan keluarga yang bertangguang jawab.Merawatnya merupakan stressor yang sangat berat dalam kehidupan suatu keluarga,yang dapat berdampak pada depresi (Dalmida,2006).Sebagai ibu yang merawat anak,maka stressor HIV menjadi beban berat karena ia tidak hanya harus merawat anaknya yang menderita HIV tetapi juga harus menghadapi stigma dari masyarakat sekitar.Inilah yang menjadi tampak tegang,gelisah,dan bingung.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada enam orang informan dapat disimpulkan bahwa Kualitas hidup wanita dengan HIV AIDS Dan Wanita pasangan penderita HIV AIDS di kabupaten Bandung Barat secara umum tiga dari enam informan menyatakan kualitas hidupnya tidak ada perubahan.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian tentang kualitas hidup wanita dengan HIV AIDS dan pasangan penderita HIV AIDS Di Kabupaten Bandung Barat peneliti mengajukan saran sabagai berikut:
1. Bagi Perawat
Asuhan yang diberikan pada penderita HIV AIDS khususnya klien wanita tidak hanya berfokus pada aspek biologis saja tetapi juga harus memperhatikan aspek psokologis, soaial dan spiritual serta hubungan Interpersonal. Ini dalam rangka untuk meningkatkan perawatan secara holistic pada penderita HIV AIDS Wanita.
2. Bagi Keluarga dan Orang Terdekat
Agar senantiasa mengikuti pelatihan dalam merawat penderita HIV AIDS sehingga kualitas hidup baik penderita HIV AIDS maupun keluarga yang hidup dengan penderita HIV AIDS khususnya wanita semakin baik.
Daftar Pustaka
Alisjahbana,Bacthi komisi penanggulangan AIDS diambil dari pikiran rakyat.com diakses pada tanggal 16 januari 2006
Hurlock, Elizabeth.1997. psikologi perkembangan.edisi kelima.Jakarta: PT.Erlangga
Iriany,Sartika.Dampak dan Penaggulangan penyimpangan perilaku seksual remaja. Diakses tanggal 16 januari 2008